Buat kalian yang udah baca Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan
part 1 sekarang saya posting kelanjutan ceritanya soalnya ceritanya
yang cukup panjang , jadi saya bagi kedalam 2 bagian, silahkan
teman-teman semuanya yang mau lanjut baca. :)
Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan : Part 1
Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan : Part 2
Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan : Part 1
Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan : Part 2
Cinta Kami Bertemu di Gunung
Papandayan
“Gilang sama Tasya kemana ya kok belum kelihatan.”
Tanya Dani kepada Robi yang memang dari tadi mereka tidak melihat Tasya dan
juga Gilang. Mereka semua nunggu diseberang sungai yang airnya cukup dingin dan
sangat bersih, sambil istirahat mereka juga menunggu kedatangan batang hidung
temannya yang kini mereka nantikan.
“Itu mereka.”
Ungkap Nia kepada semua temannya sambil menunjuk ke objek yang dia kenali
sebagai kedua sahabatnya yang ketinggalan jauh dari tadi. “Tapi
kenapa dengan Tasya kok di bopong gitu sama Gilang.”
Lanjutnya.
“Loe kenapa sya?” Tanya
Naya yang khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.
“Gue gak papa kok.”
“Gak papa gimana, loe gak
bisa jalan kaya gini.” Kata Robi.
“Tadi Tasya jatuh dan
kakinya terkilir, kalian juga udah jauh jadi dipanggil juga kalian gak nyaut.”
Jawab Gilang membantu aku menjawab semua pertanyaanku.
Aku hanya tersenyum melihat semua sahabatku ini
mengkhawatirkan keadaanku, tapi sekarang masalahnya gimana aku bisa naik lagi
keatas sedangkan kakiku masih sakit kaya gini. Aku masih gak bisa nahan langkah
kakiku ini dengan sendi yang kira-kira masih belum bisa beradaptasi dengan
geseran yang barusan dia alami.
“Loe kuat gak buat naik
keatas?” tanya Dani.
“Gue kuat lah cuman
terkilir sedikit doang, katanya kalau terkilir kaya gini emang harus
digerak-gerakin.” Jawabku sedikit ngawur dan mungkin agak berbohong.
“Beneran?”
tanya Naya.
“Iya, udah ah kok gue
kaya benalu kaya gini ayo kita jalan lagi gue kuat kok.”
Pintaku kepada mereka semua karena aku benar-benar gak mau jadi benalu diperjalanan
ini.
Tapi, tak sempat aku melangkahkan kaki kedua
yang terkilir ini aku malah udah jatuh duluan karena gak kuat menahan sakit,
seseorang menangkap aku dari belakang dan ternyata orangnya masih saja orang
yang tadi nolongin aku. Gilang...!! Kok aku sekarang malah deg-degan yang deket
ma dia, perasaan sebelumnya belum pernah aku ngerasain perasaan kaya gini.
“Loe ini gak kuat tapi
kuat-kuatin sendiri.” Dia memberikan tas yang dia bawa ke Robi dan
dia menyuruh aku buat naik kepunggungnya. Memang perjalanan yang kami tempuh
tinggal sedikit lagi, tapi tanjakan yang ada didepan apa bakal membuat Gilang
kuat menggendongku yang berat ini, beratku 49 kg.
“Sorry ya gue ngeropetin
kalian semua.!” Ujarku merasa aku tidak berguna buat perjalanan
kali ini karena memang aku kurang hati-hati.
“Gak papa kali Sya, siapa
lagi yang mau jatuh dan sampai terkilir kaya loe, ini memang takdir. Santai aja
kali sya kita kan sahabat yang selalu ada buat kamu.”
“Makasih ya, ucapku.”
Aku langsung naik ke pundak Gilang dan dia mulai gendong aku naik keatas. Gila
dia benar-benar kuat gendong aku. Teman-teman yang lain malah ngeledek
kedekatanku dengan Gilang, memang tak biasanya kami sedekat kali ini. Aku hanya
senyum-senyum malu karena aku juga merasa ada yang beda dengan kami, semenjak
dia membantu aku tadi.
Memang dia anak yang kuat, kalau dia memang udah
gak kuat aku mencoba jalan dan dipapah oleh Naya dan juga Nia mereka bergantian
memabantuku untuk sampai keatas puncak gunung ini, banyak orang yang memang
akan berangkat dan juga turun dari gunung melihat aku yang tak berdaya belum
bisa berjalan dengan baik dan dibantuk oleh kelima sahabatku ini. Aku benar-benar
malu, kenapa aku bisa jatuh kaya gini sih.!!
“Akhirnya kita sampai
juga.. Huhh..!! Wihh keren banget ni Papandayan.” Seru Robi sambil
membentangkan tangannya kearah tempat kami akan mendirikan tenda, sudah banyak
berjejer tenda-tenda disini.
“Maaf ya Gilang gue ngeropotin
loe mulu.”
“Gak papa sya, kita kan
sahabat dan harus saling bantu, bukan?”
Aku hanya tersenyum mendengarnya, aku
benar-benar beruntung mempunyai teman-teman seperti mereka yang selalu ada
ketika aku dalam kesusahan. Mereka langsung membuat tenda, aku juga sedikit
membantu mengambil barang-barang yang ada ditas dan juga membereskan semua
barang-barang dengan rapi, sesekali aku
juga udah bisa berjalan dan sendikupun kayanya udah mulai beradaptasi lagi deh.
Robi, Naya dan juga Nia mencari kayu bakar buat
nanti malam kita membuat api ungun untuk menghangatkan badan. Menjelang sorepun
cuaca udah mulai terasa sangat dingin sekali.
***
Nia memang anaknya cukup genit, dia dari dulu
suka sama Robi jadi dia agak mepet-mepet aja dekat-dekat dengan Robi.
“Robi nanti kamu nyanyiin
lagu yah buat aku di tengah api unggun.” Gerutunya sambil
merangkul tangannya.
“Nia.. Nia.. Loe ini
kebiasaan deh.!” Ucap Robi sambil melepaskan tangan Nia.
“Ih loe ini, kenapa sih?”
“Gak suka aja.”
Jawabnya singkat dan langsung membalikan muka membantu Naya yang sedang mengumpulkan
kayu bakar.
“Lebih baik kalian berdua
ini jangan berantem dulu deh, loe Nia bantuan kita juga dong buat cari kayu
bakar buat nanti malam.” Timbal Naya.
“Iya.. Iya..”
Terlihat Robi memandang tajam wajah Naya, memang
dia gak pernah sanggunp buat mengungkapkan semua perasaannya ini kepada sesosok
wanita yang selama ini dia kagumi. Seandainya Naya tergila-gila kepadanya
seperti Nia pasti dari dulu mereka berdua sudah jadian.
Naya tersadar kalau dia sedang diperhatikan oleh
seseorang yang ada disebelahnya. “Ada apa loe Rob?”
tananya kepada Robi.
“Ah.. Gak papa Nay.”
Nia yang melihat sikap kedua sahabatnya itu yang
serasa bagai orang yang sedang pacaran membuat dia cemburu kenapa Robi tidak
bersikap seperti itu ke dia, kenapa harus Naya.
***
“Hei ada yang lihat HP gue gak?” tanya Gilang kepada semua
teman-temannya ketika api unggun sudah mulai menyala ditengah kegelepan malam
dan udara juga udah mulai dingin.
“Gak tuh” timbal Dani.
“Loe tadi naruh dimana hp nya?
“Tadi gue taruh ditas, gue juga dari tadi gak megang hp sama sekali.
Masa diambil sama....” Gilang gak ngelanjutin omongannya.
“Tadi sih gue lihat, sore-sore Naya masuk ke tenda laki-laki.” Ujar Nia
yang membuat semua mata tertuju padanya.
“Maksud loe?” tanya Naya bingung dengan semua pandangan mata yang
melihatnya dan juga omongan Nia yang masih membuatnya bingung.
“Iya mungkin aja, loe tadi masuk ke tenda cowok buat ngambil HP Gilang
yang bagus kan lalu loe jual.” Jawab Nia sambil membalikkan mukanya ke Naya.
“Kok loe tega banget sih nuduh gue kaya gitu? Emangnya loe ada bukti
ya?”
“Kita buktiin aja, periksa aja tasnya siapa tau memang benar.!”
Gubrisnya.
“Okey, silahkan kalian periksa aja. Kalau gue benar-benar gak pernah
nyuri barang apapun disini.”
“Udah-udah.. kalian ini kenapa sih kok sekarang malah saling nuduh kaya
gini, gue yakin dari kalian pasti gak ada yang pernah punya niat buat nyuri
barang teman kalian sendiri, bukan?” ucapku yang sudah mulai gak tahan
mendengar Naya dan juga Nia beranterm.
“Oke kalau gitu kita cari bareng-bareng aja, di tas masing-masing juga
cari siapa tau memang tadi si Gilang salah naroh atau apa.!” Jawab Robi.
“Iya lebih baik sekarang kita cari aja Hpnya Gilang.” Kataku karena
suasa sudah mulai panas ketika melihat Naya dan Nia sudah mulai menjauh, aku
gak tau harus bagaimana lagi buat ngurus mereka, memang setelah pergi mencari
kayu bakar tadi sikap Nia memang agak beda, dia marah-marah sendiri dan bahkan
saat ditanya dia kenapa pun dia malah diam dan tak bicara apa-apa.
Setelah semua barang-barang satu persatu dipisahkan dari dalam tas
punya Gilang tak terlihat badan Hp yang berwarna putih itu. Hingga akhirnya HP
itu ditemukan benar-benar ditas punya Naya. Aku dan teman-teman yang lainnya
gak nyangka kenapa HP itu bisa berada ditas Naya, padahal aku yakin dia gak
akan mungkin mengambil barang yang bukan miliknya apalagi milik sahabatnya
sendiri. Memang Naya tidak punya Hp yang secanggih hp-hp kita, tapi aku masih
tetap tidak percaya dengan semua yang telah aku lihat ini.
“Ini tuh.. ada di tasnya Naya. Aku gak bohonh kan?” ucap Nia serasa
senang bahwa omongan yang dilontarkannya itu memang benar dengan kenyataannya.
“Tapii.. tapii aku ..” Naya tak bisa ngomong apa-apa lagi, aku yakin kalau
dia tak pernah mengambil barang milik orang lain. Sekalipun dia masuk ke tenda
lelakipun dia pasti bukan untuk mengambil HP milik Gilang.
“Udah gak papah kok Nay, toh Hp gue juga udah ketemu gak usah dibahas
aja lagi, siapapun yang mengambilnya semoga ia cepat-cepat disadarin aja deh.”
“Gue benaran gak ngambil Hp loe lang.!” Pengakuannya sekali lagi.
“Iya gue percaya kok.”
***
Nia yang merasa kesal dengan Naya
dan juga Robi yang selalu saja berdua dan tak pernah memikirkan perasaannya
membuat Nia sangat benci dengan Naya sahabatnya sendiri. Ketika dia sudah
sampai ditenda setelah kepulangannya mengambil kayu bakar buat nanti malam. Dia
menyusun rencana buat menghancurkan seorang yang bernama Naya yang dipikirnya
sudah merebut pangeran yang ada dihatinya, dia juga menganggap bahwa Naya adalah
pengganggu dalam hubungan dia dan Robi.
Nia masuk kedalam tenda cowok dan
mengambil HP di tas milik Gilang.
“Rasain loe Naya, siapa suruh loe
suka genit-genit sama Robi. Dia kan pangeran gue, gue sayang banget sama dia
gue gak ikhlas kalau nantinya dia jadi milik loe Naya.” Pikirnya.
Nia langsung keluar dan kembali ketenda cewek dengan maksud untuk
menyimpan Hp yang telah ia ambil dari Gilang dan disimpan ke tas Naya dengan
maksud agar semua teman-temannya Naya menyangka kalau dia tak sebaik apa yang
mereka pikirkan. Tak disadari oleh Nia kalau gelang milik dia terjatuh ditenda
laki-laki.
***
Malam ini begitu cerah
langit yang jauhpun terasa dekat digunung ini, ditambah angin yang dingin
membuat semua orang yang sedang camping disini dibuat kedinginan. Buktinya, aku
sendiri yang memakai jacket yang tebal, sarung tangan, penutup kepala dan juga
syal bahkan sepatu yang didalamnya aku pasang dua kaos kaki masih terasa
dingin. Orang-orang yang ada disekitar tempat campingpun gak ada yang gak pakai
jacket atau penghangat badan. Memang cuaca cerah, namun karena kejadian tadi
sore membuat keadaan semakin canggung apalagi Naya dan juga Nia tak pernah
bertegur sapa lagi seperti biasanya entah apa yang terjadi dengan mereka, aku
yakin ini semua pasti ada yang merekayasa entah itu Nia atau Naya, tapi mana
mungkin Naya merekayasa semua ini yang kesalahannya jatuh kepadanya sendiri.
Mana mungkin.. atau mungkin yah Nia tapi apa alasannya dia bisa begitu kepada
sahabatnya sendiri. Atau mungkin lagi ada orang yang mau mencuri ke tenda
laki-laki lalu pindah ketenda cewek pas dia mau ngambil ke tas Naya, pasti Hp
nya jatuh. Memang banyak kemungkinan saja yang terjadi, tapi yang jelas mana
mungkin seorang Naya ingin mencuri Hp yang bukan haknya.
Aku tahu Naya itu seperti apa, dia itu orangnya baik suka membantu
temannya jika dalam kesusahan. Apalagi waktu ujian kemarin dialah yang membuat
aku bisa lulus tes dari kedua orangtuaku dan bahkan lebih dari cukup nilai yang
aku dapatkan sampai dengan juara 3. Itu semua berkat bantuan Naya, dia juga tak
pernah mengambil sedikitpun makanan meskipun itu milik temannya sendiri yang
tanpa dimintapun dia bisa langsung ambil dan makan, namun sifat Naya ini beda
dengan sifatku atau teman-temanku yang lain. Dia harus minta ijin dulu kepada
orang yang punya makanan itu, baru deh dia bisa makan. Maka dari itu, semua
yang terjadi tadi sore aku memang masih belum bisa percaya.
Malam sudah terlalu larut, memang gak seru kalau diantara kami ada yang
marahan kaya gini suasana jadi tambah kacau dan gak rame buat ngapa-ngapain.
Apalagi aku, aku jadi penengah diantara mereka, rasanya kalau badanku ini bisa
dibagi dua untuk mereka berdua, pasti udah aku lakukan dari tadi. Saat aku
bareng sama Naya, Nia merasa kalau aku membela Naya. Padahal aku hanya cuman
sekedar antar ke WC aja. Akhirnya buat malam ini aku mutusin buat tidur duluan
udah pusing aku mendengar ocehan Nia yang tak kunjung reda, yang beda dengan
Naya yang hanya kebanyakan diam dan tak berkutik apa-apa seteleh mendengar
tuduhan yang belum tentu dia yang melakukannya walaupun bukti-buktinya sudah
datang pada Naya.
“Tunggu dulu dong sya, kok udah mau tidur aja.!” Kata Nia.
“Gue pusing.” Ucapku sambil melangkah ketenda.
“Gue ikut..!!” teriak Nia dan Naya berbarengan, mereka saling pandang dan
tanpa dikomando mereka berdua berebutan masuk kedalam tenda yang membuatku
tambah pusing aja dibuatnya.
***
Akhirnya cuman 3 cowok yang ngumpul
ditengah api unggun yang tadi udah menyala buat menghangatkan suasana dan juga
tubuh mereka.
“Kalian pusing gak ngelihat tingkah
Nia ke si Naya. Gue rasa mereka cuman salah paham doang deh. Gue gak percaya
kalau dia yang ngambil hp loe lang, loe tau kan kalau Naya itu gak pernah
berani makan satu bijipun makanan kalau belum dapet ijin dari yang punyanya.”
Gerutu Robi sambil memainkan gitar, gonjreng gonjreng gak jelas.
“Iya bi, gue setuju sama loe.” Ungkap
Dani.
“Iya loe bener juga bi, gak jadi
masalah juga toh hp gue juga udah balik. Tapi gue kasihan sama Tasya dia
bingung pilih mau sama si Nia apa si Naya. Dia suka dimarahin sama Nia, yang
katanya ngebela dia apa si Naya.” Ungkap Gilang yang memang sudah menaruh hati
sama Tasya.
“Ah loe ini Tasya mulu yang loe
pikirin, loe suka ya sama Tasya lang. Jujur aja.”
“Ya begitulah.”
“Cie.. ternyata teman kita ini punya
hati juga buat cewek.” Kata Dani meledek.
“Gue itu suka sama dia memang udah
lama, tapi gue gak cukup berani buat ngungkapin perasaan gue ke dia, kemarin
itu adalah hal yang paling bahagia gue bisa deket sama dia, gendong dia rasanya
memang berat tapi karena rasa cinta gue ke dia gak kerasa berat sama sekali.”
“Oh.. pantes aja, loe kuat-kuat aja
padahal gue mau tanya sama loe. Loe itu minum jambu apa sih kok bisa kuat kaya
kemarin.” Kata Robi.
“Iya makan jambu cinta.” Kata Dani
meledek lagi.
“Kalau gue sih, gue dari dulu juga
suka sama...” belum juga Robi bicara siapa yang dia suka sepontan Gilang dan
juga Dani ngomong sedikit berteriak. “Naya..”
“Yaps..”
“Kalau gue, gue masih belum tau suka
sama siapa?” ungkap Dani yang memang dia kurang terbuka sama semua orang hanya
bagian-bagian tertentu saja yang dia umbar kepada teman-temanya.
“Loe pasti Nia yah?” tanya Gilang.
“Gila aja loe, gak lah dia itu genit
orangnya.”
“Iya loe bener ni, tadi aja gue mau
berduaan sama Naya, eh dia dateng ngegangguin gue yang lagi pdktan sama Naya.”
Mereka semua ngobrol sampai larut
malam hingga akhirnya mereka mutusin buat tidur.
“Aduh apa nih.” Kata Gilang yang
merasa bahwa tempat yang ia tiduri ada
benda yang mengganjal. “Ini gelang punya siapa?” tanya Gilang pada kedua
temannya.
“Ini kan gelang punya si Nia.” Kata
Dani yang tahu betul itu adalah gelang khas yang selalu dipakai oleh Nia.
“Kenapa bisa ada di...” Robi tidak melanjutkan
ceritanya dan berfikir sejenak. Lalu setelah dia berfikir dia melanjutkan
ceritnya. “Apa mungkin Nia yang memfitnah Naya, karena dia cemburu gara-gara
aku berduaan sama Naya kemarin.”
“Bisa jadi tuh.” Kata Dani mengiyakan
pendapat Robi.
“Tapi kita juga jangan salah paham
dulu, besok kita tanyakan pada Nia.”
***
Sebelum fajar datang,
aku, Naya, Nia, Robi, Gilang dan juga Dani sudah berada diluar untuk
menyaksikan pemandangan matahari terbit. Tak ketinggalan foto-foto untuk
mengenang masa-masa kita berada di papandayan ini.
“Nia ini gelang punya loe bukan?” tanya Robi kepada Nia yang sedang
menghangatkan nasi untuk makan pagi.
“Iya, ini gue cari-cari kemana-kemana
tapi gak ketemu-ketemu untung loe nemuin.” Ucap Nia sambil mengambil gelang
yang berada ditangan Robi namun Robi menipisnya dan mengacungkan gelangnya
supaya tidak terjangkau oleh Nia.
“Gilang temuin ini dekat tasnya
ditenda cowok. Loe bilang Naya yang masuk ke tenda cowok tapi gue yakin Naya
gak mungkin ngambil gelang ditangan loe baru pergi ke tenda cowok. Ini berarti
loe fitnah sahabat loe sendiri.” Ungkap Robi sedikit menaikan nada bicaranya
yang membuat semuanya berkumpul ketempat mereka berdua.
“Ada apa sih ini?” tanyaku yang
bingung dengan wajah Nia yang mulai merah padam serasa memendam sesuatu yang
gak bisa untuk dibicarakannya.
“Ayo jujur Nia.” Desak Robi.
“Aku.. aku..” Nia terbata-bata
seperti tidak tau harus mulai darimana pembicaraan ini. Kami semua menunggu
kata-kata apa yang bakalan keluar dari mulutnya yang jelas aku belum tahu apa
yang terjadi sekarang ini. Apa mungkin masih masalah yang kemarin. Dia menarik
nafas panjang dan menatap wajah Naya dan juga Robi.
“Sebenarnya gue yang ngambil Hp
Gilang terus disimpan di tasnya Naya.” Jawaban jujur Nia mengagetkan aku dan
juga teman-teman yang lainnya termasuk Naya. “Gue cemburu sama dia karena Robi
suka deket-deket mulu sama loe Nay, gue benar-benar minta maaf gue sadar kalau
dia kayanya memang suka banget sama loe bukan sama gue. Gue bener-bener nyesel,
gue minta maaf Naya.. Minta maaf.” Ungkapnya sambil mendekati Naya yang tak tau
harus ngomong apa lagi sambil memegang tangannya tanda permohonan maaf yang
mendalam, aku tau bagaimana perasaannya yang telah difitnah oleh sahabat
dekatnya sendiri hanya karena seorang cowok.
“Apa? Cuman gara-gara cemburu doang
loe bisa fitnah temen lho sendiri hah.!!” Ungkap Robi yang mulai emosi.
“Gue minta maaf Rob, gue nyesel,
sekarang gue sadar kalau loe itu sukanya sama Naya, gue juga yakin kalau Naya
juga suka sama loe.” Nia menangis karena dia begitu tertekan dengan semua fakta
yang terjadi kalau dia telah mengkhianati sahabatnya sendiri.
Memang persahabatan tak selalu mulus
dijalani, permasalahan selalu datang menghampiri. Entah sudah berapa banyak
masalah yang telah kami lewati bersama, namun kali ini pengkhianatan yang
begitu menyakitkan bisa aku rasakan diantara Nia, Naya dan juga Robi. Memang
rasanya dikhianati itu sakitnya bukan main, apalagi disakitin oleh orang yang
sudah kita percaya.
“Udah.. udah aku maafin kamu ya. Aku
tau perasaan kamu kalau kamu suka sama Robi. Aku juga minta maaf kalau aku udah
deket-deket sama Robi karena itu semua hanya kedekatan kita sebagai sahabat
aja, gak lebih Nia.” Kata Naya yang begitu lurus memaafkan kesalahan Nia yang
menurutku begitu sakit dirasakan.
“Jadi loe gak punya perasaan yang
sama kaya gue Nay?” tanya Robi yang mulai merasa kecewa dengan kata-kata yang
dilontarkan Naya kepada Nia. Dia langsung pergi meninggalkan kami semua dengan
membawa amarah yang memuncak.
Entah apa yang telah terjadi antara
sahabatku ini yang jelas aku merasakan sebuah cinta yang terpendam diantara
mereka, termasuk cintaku yang sekarang sedang memendam perasaan juga terhadap
Gilang yang sejak awal perjalanan memperhatikanku. Entahlah apa dia juga punya
perasaan sepertiku.
“Robi tunggu..” seru Dani kepada Robi
yang langsung melesat ke hutan mati. Dani mengikuti Robi dan berhasil
mendekatinya. Aku melihat Dani sedang menenangkan Robi dan melesat menjauh
dipandangan mataku.
***
“Robi loe tenang dulu
dong.” Kata Dani menenangkan Robi yang sedang terpukul menerima kenyataan kalau
Naya tidak mempunyai perasaan yang sama dengannya.
Robi hanya menepis tangan yang telah
menempel dipundaknya dan langsung melesat pergi meninggalkan Dani, namun Dani
tidak tinggal diam dia terus mengikuti Robi sampai ke hutan mati.
“Loe tau gak Dan, hutan mati ini
seperti hati yang gue rasakan ini. Mati dan tak akan bisa berdaun lagi.” Ucap
Robi yang merasa putus asa dengan ucapan yang masih terngiang dikepalanya. ”Aku
tau perasaan kamu kalau kamu suka Robi. Aku juga minta maaf kalau aku udah
deket-deket sama Robi karena itu semua hanya kedekatan kita sebagai sahabat
aja, gak lebih Nia.”
“Gue kira selama ini dia suka sama
gue, gue lihat dari sorot matanya kalau dia juga menaruh hati ke gue. Tapi hari
ini gue tahu kalau dia gak sedikitpun punya rasa ke gue.”
“Udah Rob, gue tahu perasaan loe
sekarang loe sabar aja. Setidaknya sekarang loe tau bagaimana perasaan Naya
yang sebenarnya ke loe. Daripada loe tau lebih terlambat dari ini.”
“Iya loe bener, gue harus benar-benar
berterimakasih sama si Nia.”
Pemandangan hutan mati di gunung
papandayan ini memang cocok jika disamakan dengan perasaan Robi kali ini.
Setelah erupsi terakhir dari gunung ini, hutan ini tak pernah tumbuh lagi
menjadi hutan yang hijau. Disini semuanya kering, tak ada satupun daun
disekitar hutan ini. Warnanya yang hitam, pasir putih dan tangkai-tangkai yang
bercabang memang pas menjadi pemandangan indah dipagi ini. Hutan ini begitu
indah, namun begitu menyeramkan dan mencekang ketika dimalam hari. Mereka
berdua hanya ngobrol dengan ditemani angin yang ada disekitar gunung yang
segar.
***
Melihat kepergian Robi
yang entah kemana, aku yang dari tadi memperhatikan Naya terlihat menutupi
kesedihan disetiap pandangannya ke Robi sampai detik terakhir dia melihatnya
dengan rasa kecewa yang telah diberikan kepadanya.
“Loe benar-benar gak
suka sama Robi Nay?” tanyaku pada dia karena khawatir dengan sikapnya sekarang
yang melamun ketika aku dan Nia ngajak ngobrol dia setelah Robi pergi.
“Gak kok, gue biasa
aja ma dia.” Jawabnya sambil melemparkan senyum keaku dan juga Nia.
“Aku benar-benar minta
maaf Naya, kamu jangan bohong lagi sama aku dan juga Tasya. Kamu pasti suka kan
sama Robi?” tanya Nia.
“Gak kok Nia.” Ucapnya sambil
melemparkan senyum cantiknya yang aku yakin terdapat kebohongan didalamnya. Dia
langsung meninggalkan kita berdua dan pergi kearah perginya Robi tadi.
Diperjalanan Naya bertemu dengasn
Robi, mereka saling pandang mata mereka saling bertatap dan tubuh mereka kaku
satu sama lain.
***
“Aku benar-benar bingung, kenapa
mereka berdua memendam perasaan mereka masing-masing padahal gue tau kalau
mereka itu saling suka, dari pandangannya juga udah kelihatan kalau mereka itu
saling suka...” saat aku sedang mundar-mandir sambil bicara sendiri aku
dikagetkan oleh Gilang ketika aku sedang membalikan badan dia ada didepan
mataku berdiri tegak dengan tatapan tajam dengan mata empat Harry Potternya.
“Ahh.. Loe ngagetin aja lang.” Ucapku
sambil memegang jantung, semoga aja gak copot.
“Boleh kita bicara sebentar.”
Pintanya kepadaku dan langsung menarik tanganku tanpa mendengar apakah aku
setuju atau tidak. Dia menarikku jauh dari tenda dan hanya tinggal kita berdua
yang ada didaerah ini.
“Ada apa?” tanyaku yang mulai
penasaran kenapa dia mengajak aku disini. Apa memang ada yang sangat penting
sekali sehingga dia mengajakku bicara berdua saja.
“Aku suka sama kamu.”
“Hah.!!” Aku bingung apa ada lelaki
yang menyatakan cinta segampang itu, kalau lihat dari orang lain yang
sebelumnya pernah nembak aku basa basinya banyak banget tapi ini.
“Iya aku suka sama kamu.”
“Iya gue juga tau loe pasti suka lah
sama gue, gue juga suka sama loe dan juga teman-teman yang lain. Maksud loe apa
sih, loe masih ngelindur yah?” Aku pura-pura gak tau, aku seneng kalau ternyata
Gilang juga punya perasaan kepadaku tapi setidaknya nyatakan dong cintamu
seperti lelaki yang memiliki perasaan yang lebih.
“Bukan itu maksudnya sya.”
“Lalu apa dong?” tambahku pura-pura
tambah tidak mengerti.
Gilang menarik nafas panjang. “Aku
sayang sama kamu Tasya, aku juga cinta sama kamu Tasya, aku suka kamu sejak
lama. Aku seneng pas kamu aku gendong. Kamu mau gak jadi pacarku?” Kata-kata formalnya benar-benar membuatku
terbahak, yang biasa panggilan gue loe mendadak dia jadi manggil aku kamu. Aku
benar-benar tertawa terlalu puas sehingga aku tidak mendengar lagi kata apa
yang selanjutnya dia katakan.
“Tasya.... ya udah kalau begitu aku
pergi aja.” Gilang sedikit berteriak memanggil namaku karena aku tidak
mendengar apa yang dia bicarakan barusan. Dan dia benar-benar pergi
meninggalkan aku disni.
“hey tunggu dulu dong Gilang.”
“Tau ah..!!”
Aku mengejarnya dan langsung memeluk
erat dia dari belakang. Aku merasakan kehangatan dan detak jantung yang menerpa
disemua tubuhku ini.
“Aku pernah mendengar ketika
seseorang menyatakan cintanya padamu, peluklah dia dan rasakan perasaan apa
yang kamu rasakan ketika kamu memeluknya.” Aku masih menikmati memeluknya dan
tak melonggarkan pelukanku sedikitpun.
“Lalu apa yang kamu rasakan.?”
“Jujur apa bohong nih?”
“Jujur dong.” Gilang melepaskan
pelukannya dan menatap mataku.
“Eumm.. biasa aja sih.” Jawabku lurus
sedikit berbohong.
“Oh ya udah gak papa kok.”
“Gue nyaman meluk loe, gue juga
merasa deg”gan dan yang paling mengejutkan lagi perasaan itu datang saat gue
deket loe pertama kali dI gunung ini.” Ucapku sambil tersenyum lebar menyapa
Gilang dengan kata-kata yang menandakan aku ingin jadi pacarnya. Dan Gilang
juga menyapaku dengan pelukan hangatnya.
***
“Kemana mereka semua
kok aku ditinggalin sendir disni sih?” dengan tak sengaja Nia menabrak Dani
yang habis mengambil air di hutan.
“Loe kemana aja sih?”
tanya Nia ke Dani.
“Gue tadi habis
nemenin Robi yang galau gara-gara loe.”
Nia hanya terdiam dan
merasa tersinggung dengan sikap Dani yang seperti itu kedia. Ya dia memang tau
kalau dia salah hanya saja dia kan sudah menyesal dan sudah tidak mau membahas
ini lagi.
Aku dan Gilang kembali ke tenda.
“Dari mana sya?” tanya Nia ke aku.
“Ini nih Gilang ngajak gue jalan tadi
katanya mau ngomong sesuatu.”
“Kalian jadian ya?” respon Dani.
“Iya gue sama Tasya udah resmi
jadian.”
“Cie. Selamat ya Sya.” Ucap Nia
kepadaku yang terlihat ada sorotan kebahagiaan namun terasa canggung.
Naya dan juga Robi terlihat datang
diarah belakang tenda, yang ternyata membawa kabar baik kalau mereka juga sudah
resmi jadian, mereka begitu bahagia. Aku lihat wajah Nia bahagia namun
memaksakan tersenyum tanda kebahagiaannya.
“Loe tau gak kalau si Tasya juga
barusan jadian sama si Gilang.” Kata Dani ke Robi. Kejadian ini benar-benar
kebetulan, aku gak nyangka disini kami bisa menemukan cinta.
“Selanjutnya....” Dani melanjutkan
perkataannya.
“Selanjutnya apa?” tanyaku.
Dani langsung menghadapkan badannya
ke Nia. “Nia kamu mau gak jadi pacarku?”
“Apa..???” semua serentak kaget
dengan Dani yang menyatakan cinta ke Nia. Gilang dan Robi juga kurang tau
dengan perasaan Dani akhir-akhir ini karena dia tidak pernah bercerita tentang
apa yang hatinya rasakan.
“Loe beneran suka sama gue?” tanya
Nia. Dani hanya mengangguk tanda iya dan gak bisa mengungkapkan apa-apa lagi
dia ini tipe orang yang sangat simple tak pernah suka berbelat-belit kaya cowok
kebanyakan.
“Loe mau gak?” tanya Dani lagi.
“Iya gue mau.”
Kami semua tertawa gak nyangka kalau
ternyata perasaan kami semua diungkapkan disini, Dani yang memiliki perasaan ke
Nia baru sekarang juga bisa diungkapkan.
Nia menerima cinta Dani, wow
bener-bener hebat kejadian hari ini. Ternyata kita semua bisa menemukan cinta
kita di gunung papandayan ini. Gunung ini menjadi saksi bisu awal kita menjalin
kisah cinta kita semua. Aku dengan Gilang, Naya dengan Robi dan Nia dengan
Dani.
“TAMAT”
0 komentar:
Posting Komentar