RSS

Senin, 06 Oktober 2014

Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan part 2 - Siti Mardiana | Kumpulan Cerpen



Buat kalian yang udah baca Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan part 1 sekarang saya posting kelanjutan ceritanya soalnya ceritanya yang cukup panjang , jadi saya bagi kedalam 2 bagian, silahkan teman-teman semuanya yang mau lanjut baca. :) 

Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan : Part 1
Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan : Part 2
 
Cinta Kami Bertemu di Gunung Papandayan

Karya : Siti Mardiana

  Part 2


Gilang sama Tasya kemana ya kok belum kelihatan. Tanya Dani kepada Robi yang memang dari tadi mereka tidak melihat Tasya dan juga Gilang. Mereka semua nunggu diseberang sungai yang airnya cukup dingin dan sangat bersih, sambil istirahat mereka juga menunggu kedatangan batang hidung temannya yang kini mereka nantikan.
Itu mereka. Ungkap Nia kepada semua temannya sambil menunjuk ke objek yang dia kenali sebagai kedua sahabatnya yang ketinggalan jauh dari tadi. Tapi kenapa dengan Tasya kok di bopong gitu sama Gilang. Lanjutnya.
Loe kenapa sya?” Tanya Naya yang khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.
Gue gak papa kok.
Gak papa gimana, loe gak bisa jalan kaya gini. Kata Robi.
Tadi Tasya jatuh dan kakinya terkilir, kalian juga udah jauh jadi dipanggil juga kalian gak nyaut. Jawab Gilang membantu aku menjawab semua pertanyaanku.
Aku hanya tersenyum melihat semua sahabatku ini mengkhawatirkan keadaanku, tapi sekarang masalahnya gimana aku bisa naik lagi keatas sedangkan kakiku masih sakit kaya gini. Aku masih gak bisa nahan langkah kakiku ini dengan sendi yang kira-kira masih belum bisa beradaptasi dengan geseran yang barusan dia alami.
Loe kuat gak buat naik keatas? tanya Dani.
Gue kuat lah cuman terkilir sedikit doang, katanya kalau terkilir kaya gini emang harus digerak-gerakin. Jawabku sedikit ngawur dan mungkin agak berbohong.
Beneran? tanya Naya.
Iya, udah ah kok gue kaya benalu kaya gini ayo kita jalan lagi gue kuat kok. Pintaku kepada mereka semua karena aku benar-benar gak mau jadi benalu diperjalanan ini.
Tapi, tak sempat aku melangkahkan kaki kedua yang terkilir ini aku malah udah jatuh duluan karena gak kuat menahan sakit, seseorang menangkap aku dari belakang dan ternyata orangnya masih saja orang yang tadi nolongin aku. Gilang...!! Kok aku sekarang malah deg-degan yang deket ma dia, perasaan sebelumnya belum pernah aku ngerasain perasaan kaya gini.
Loe ini gak kuat tapi kuat-kuatin sendiri. Dia memberikan tas yang dia bawa ke Robi dan dia menyuruh aku buat naik kepunggungnya. Memang perjalanan yang kami tempuh tinggal sedikit lagi, tapi tanjakan yang ada didepan apa bakal membuat Gilang kuat menggendongku yang berat ini, beratku 49 kg.
Sorry ya gue ngeropetin kalian semua.! Ujarku merasa aku tidak berguna buat perjalanan kali ini karena memang aku kurang hati-hati.
Gak papa kali Sya, siapa lagi yang mau jatuh dan sampai terkilir kaya loe, ini memang takdir. Santai aja kali sya kita kan sahabat yang selalu ada buat kamu.
Makasih ya, ucapku. Aku langsung naik ke pundak Gilang dan dia mulai gendong aku naik keatas. Gila dia benar-benar kuat gendong aku. Teman-teman yang lain malah ngeledek kedekatanku dengan Gilang, memang tak biasanya kami sedekat kali ini. Aku hanya senyum-senyum malu karena aku juga merasa ada yang beda dengan kami, semenjak dia membantu aku tadi.
Memang dia anak yang kuat, kalau dia memang udah gak kuat aku mencoba jalan dan dipapah oleh Naya dan juga Nia mereka bergantian memabantuku untuk sampai keatas puncak gunung ini, banyak orang yang memang akan berangkat dan juga turun dari gunung melihat aku yang tak berdaya belum bisa berjalan dengan baik dan dibantuk oleh kelima sahabatku ini. Aku benar-benar malu, kenapa aku bisa jatuh kaya gini sih.!!
Akhirnya kita sampai juga.. Huhh..!! Wihh keren banget ni Papandayan. Seru Robi sambil membentangkan tangannya kearah tempat kami akan mendirikan tenda, sudah banyak berjejer tenda-tenda disini.
Maaf ya Gilang gue ngeropotin loe mulu.
Gak papa sya, kita kan sahabat dan harus saling bantu, bukan?
Aku hanya tersenyum mendengarnya, aku benar-benar beruntung mempunyai teman-teman seperti mereka yang selalu ada ketika aku dalam kesusahan. Mereka langsung membuat tenda, aku juga sedikit membantu mengambil barang-barang yang ada ditas dan juga membereskan semua barang-barang  dengan rapi, sesekali aku juga udah bisa berjalan dan sendikupun kayanya udah mulai beradaptasi lagi deh.
Robi, Naya dan juga Nia mencari kayu bakar buat nanti malam kita membuat api ungun untuk menghangatkan badan. Menjelang sorepun cuaca udah mulai terasa sangat dingin sekali.
***
Nia memang anaknya cukup genit, dia dari dulu suka sama Robi jadi dia agak mepet-mepet aja dekat-dekat dengan Robi.
Robi nanti kamu nyanyiin lagu yah buat aku di tengah api unggun. Gerutunya sambil merangkul tangannya.
Nia.. Nia.. Loe ini kebiasaan deh.! Ucap Robi sambil melepaskan tangan Nia.
Ih loe ini, kenapa sih?
Gak suka aja. Jawabnya singkat dan langsung membalikan muka membantu Naya yang sedang mengumpulkan kayu bakar.
Lebih baik kalian berdua ini jangan berantem dulu deh, loe Nia bantuan kita juga dong buat cari kayu bakar buat nanti malam. Timbal Naya.
Iya.. Iya..

Terlihat Robi memandang tajam wajah Naya, memang dia gak pernah sanggunp buat mengungkapkan semua perasaannya ini kepada sesosok wanita yang selama ini dia kagumi. Seandainya Naya tergila-gila kepadanya seperti Nia pasti dari dulu mereka berdua sudah jadian.
Naya tersadar kalau dia sedang diperhatikan oleh seseorang yang ada disebelahnya. Ada apa loe Rob? tananya kepada Robi.
Ah.. Gak papa Nay.

Nia yang melihat sikap kedua sahabatnya itu yang serasa bagai orang yang sedang pacaran membuat dia cemburu kenapa Robi tidak bersikap seperti itu ke dia, kenapa harus Naya.
***
“Hei ada yang lihat HP gue gak?” tanya Gilang kepada semua teman-temannya ketika api unggun sudah mulai menyala ditengah kegelepan malam dan udara juga udah mulai dingin.
“Gak tuh” timbal Dani.
“Loe tadi naruh dimana hp nya?
“Tadi gue taruh ditas, gue juga dari tadi gak megang hp sama sekali. Masa diambil sama....” Gilang gak ngelanjutin omongannya.
“Tadi sih gue lihat, sore-sore Naya masuk ke tenda laki-laki.” Ujar Nia yang membuat semua mata tertuju padanya.
“Maksud loe?” tanya Naya bingung dengan semua pandangan mata yang melihatnya dan juga omongan Nia yang masih membuatnya bingung.
“Iya mungkin aja, loe tadi masuk ke tenda cowok buat ngambil HP Gilang yang bagus kan lalu loe jual.” Jawab Nia sambil membalikkan mukanya ke Naya.
“Kok loe tega banget sih nuduh gue kaya gitu? Emangnya loe ada bukti ya?”
“Kita buktiin aja, periksa aja tasnya siapa tau memang benar.!” Gubrisnya.
“Okey, silahkan kalian periksa aja. Kalau gue benar-benar gak pernah nyuri barang apapun disini.”
“Udah-udah.. kalian ini kenapa sih kok sekarang malah saling nuduh kaya gini, gue yakin dari kalian pasti gak ada yang pernah punya niat buat nyuri barang teman kalian sendiri, bukan?” ucapku yang sudah mulai gak tahan mendengar Naya dan juga Nia beranterm.
“Oke kalau gitu kita cari bareng-bareng aja, di tas masing-masing juga cari siapa tau memang tadi si Gilang salah naroh atau apa.!” Jawab Robi.
“Iya lebih baik sekarang kita cari aja Hpnya Gilang.” Kataku karena suasa sudah mulai panas ketika melihat Naya dan Nia sudah mulai menjauh, aku gak tau harus bagaimana lagi buat ngurus mereka, memang setelah pergi mencari kayu bakar tadi sikap Nia memang agak beda, dia marah-marah sendiri dan bahkan saat ditanya dia kenapa pun dia malah diam dan tak bicara apa-apa.
Setelah semua barang-barang satu persatu dipisahkan dari dalam tas punya Gilang tak terlihat badan Hp yang berwarna putih itu. Hingga akhirnya HP itu ditemukan benar-benar ditas punya Naya. Aku dan teman-teman yang lainnya gak nyangka kenapa HP itu bisa berada ditas Naya, padahal aku yakin dia gak akan mungkin mengambil barang yang bukan miliknya apalagi milik sahabatnya sendiri. Memang Naya tidak punya Hp yang secanggih hp-hp kita, tapi aku masih tetap tidak percaya dengan semua yang telah aku lihat ini.
“Ini tuh.. ada di tasnya Naya. Aku gak bohonh kan?” ucap Nia serasa senang bahwa omongan yang dilontarkannya itu memang benar dengan kenyataannya.
“Tapii.. tapii aku ..” Naya tak bisa ngomong apa-apa lagi, aku yakin kalau dia tak pernah mengambil barang milik orang lain. Sekalipun dia masuk ke tenda lelakipun dia pasti bukan untuk mengambil HP milik Gilang.
“Udah gak papah kok Nay, toh Hp gue juga udah ketemu gak usah dibahas aja lagi, siapapun yang mengambilnya semoga ia cepat-cepat disadarin aja deh.”
“Gue benaran gak ngambil Hp loe lang.!” Pengakuannya sekali lagi.
“Iya gue percaya kok.”

***
            Nia yang merasa kesal dengan Naya dan juga Robi yang selalu saja berdua dan tak pernah memikirkan perasaannya membuat Nia sangat benci dengan Naya sahabatnya sendiri. Ketika dia sudah sampai ditenda setelah kepulangannya mengambil kayu bakar buat nanti malam. Dia menyusun rencana buat menghancurkan seorang yang bernama Naya yang dipikirnya sudah merebut pangeran yang ada dihatinya, dia juga menganggap bahwa Naya adalah pengganggu dalam hubungan dia dan Robi.
            Nia masuk kedalam tenda cowok dan mengambil HP di tas milik Gilang.
            “Rasain loe Naya, siapa suruh loe suka genit-genit sama Robi. Dia kan pangeran gue, gue sayang banget sama dia gue gak ikhlas kalau nantinya dia jadi milik loe Naya.” Pikirnya.
Nia langsung keluar dan kembali ketenda cewek dengan maksud untuk menyimpan Hp yang telah ia ambil dari Gilang dan disimpan ke tas Naya dengan maksud agar semua teman-temannya Naya menyangka kalau dia tak sebaik apa yang mereka pikirkan. Tak disadari oleh Nia kalau gelang milik dia terjatuh ditenda laki-laki.
***
            Malam ini begitu cerah langit yang jauhpun terasa dekat digunung ini, ditambah angin yang dingin membuat semua orang yang sedang camping disini dibuat kedinginan. Buktinya, aku sendiri yang memakai jacket yang tebal, sarung tangan, penutup kepala dan juga syal bahkan sepatu yang didalamnya aku pasang dua kaos kaki masih terasa dingin. Orang-orang yang ada disekitar tempat campingpun gak ada yang gak pakai jacket atau penghangat badan. Memang cuaca cerah, namun karena kejadian tadi sore membuat keadaan semakin canggung apalagi Naya dan juga Nia tak pernah bertegur sapa lagi seperti biasanya entah apa yang terjadi dengan mereka, aku yakin ini semua pasti ada yang merekayasa entah itu Nia atau Naya, tapi mana mungkin Naya merekayasa semua ini yang kesalahannya jatuh kepadanya sendiri. Mana mungkin.. atau mungkin yah Nia tapi apa alasannya dia bisa begitu kepada sahabatnya sendiri. Atau mungkin lagi ada orang yang mau mencuri ke tenda laki-laki lalu pindah ketenda cewek pas dia mau ngambil ke tas Naya, pasti Hp nya jatuh. Memang banyak kemungkinan saja yang terjadi, tapi yang jelas mana mungkin seorang Naya ingin mencuri Hp yang bukan haknya.
Aku tahu Naya itu seperti apa, dia itu orangnya baik suka membantu temannya jika dalam kesusahan. Apalagi waktu ujian kemarin dialah yang membuat aku bisa lulus tes dari kedua orangtuaku dan bahkan lebih dari cukup nilai yang aku dapatkan sampai dengan juara 3. Itu semua berkat bantuan Naya, dia juga tak pernah mengambil sedikitpun makanan meskipun itu milik temannya sendiri yang tanpa dimintapun dia bisa langsung ambil dan makan, namun sifat Naya ini beda dengan sifatku atau teman-temanku yang lain. Dia harus minta ijin dulu kepada orang yang punya makanan itu, baru deh dia bisa makan. Maka dari itu, semua yang terjadi tadi sore aku memang masih belum bisa percaya.
Malam sudah terlalu larut, memang gak seru kalau diantara kami ada yang marahan kaya gini suasana jadi tambah kacau dan gak rame buat ngapa-ngapain. Apalagi aku, aku jadi penengah diantara mereka, rasanya kalau badanku ini bisa dibagi dua untuk mereka berdua, pasti udah aku lakukan dari tadi. Saat aku bareng sama Naya, Nia merasa kalau aku membela Naya. Padahal aku hanya cuman sekedar antar ke WC aja. Akhirnya buat malam ini aku mutusin buat tidur duluan udah pusing aku mendengar ocehan Nia yang tak kunjung reda, yang beda dengan Naya yang hanya kebanyakan diam dan tak berkutik apa-apa seteleh mendengar tuduhan yang belum tentu dia yang melakukannya walaupun bukti-buktinya sudah datang pada Naya.
“Tunggu dulu dong sya, kok udah mau tidur aja.!”  Kata Nia.
“Gue pusing.” Ucapku sambil melangkah ketenda.
“Gue ikut..!!” teriak Nia dan Naya berbarengan, mereka saling pandang dan tanpa dikomando mereka berdua berebutan masuk kedalam tenda yang membuatku tambah pusing aja dibuatnya.
***
Akhirnya cuman 3 cowok yang ngumpul ditengah api unggun yang tadi udah menyala buat menghangatkan suasana dan juga tubuh mereka.
“Kalian pusing gak ngelihat tingkah Nia ke si Naya. Gue rasa mereka cuman salah paham doang deh. Gue gak percaya kalau dia yang ngambil hp loe lang, loe tau kan kalau Naya itu gak pernah berani makan satu bijipun makanan kalau belum dapet ijin dari yang punyanya.” Gerutu Robi sambil memainkan gitar, gonjreng gonjreng gak jelas.
“Iya bi, gue setuju sama loe.” Ungkap Dani.
“Iya loe bener juga bi, gak jadi masalah juga toh hp gue juga udah balik. Tapi gue kasihan sama Tasya dia bingung pilih mau sama si Nia apa si Naya. Dia suka dimarahin sama Nia, yang katanya ngebela dia apa si Naya.” Ungkap Gilang yang memang sudah menaruh hati sama Tasya.
“Ah loe ini Tasya mulu yang loe pikirin, loe suka ya sama Tasya lang. Jujur aja.”
“Ya begitulah.”
“Cie.. ternyata teman kita ini punya hati juga buat cewek.” Kata Dani meledek.
“Gue itu suka sama dia memang udah lama, tapi gue gak cukup berani buat ngungkapin perasaan gue ke dia, kemarin itu adalah hal yang paling bahagia gue bisa deket sama dia, gendong dia rasanya memang berat tapi karena rasa cinta gue ke dia gak kerasa berat sama sekali.”
“Oh.. pantes aja, loe kuat-kuat aja padahal gue mau tanya sama loe. Loe itu minum jambu apa sih kok bisa kuat kaya kemarin.” Kata Robi.
“Iya makan jambu cinta.” Kata Dani meledek lagi.
“Kalau gue sih, gue dari dulu juga suka sama...” belum juga Robi bicara siapa yang dia suka sepontan Gilang dan juga Dani ngomong sedikit berteriak. “Naya..”
“Yaps..”
“Kalau gue, gue masih belum tau suka sama siapa?” ungkap Dani yang memang dia kurang terbuka sama semua orang hanya bagian-bagian tertentu saja yang dia umbar kepada teman-temanya.
“Loe pasti Nia yah?” tanya Gilang.
“Gila aja loe, gak lah dia itu genit orangnya.”
“Iya loe bener ni, tadi aja gue mau berduaan sama Naya, eh dia dateng ngegangguin gue yang lagi pdktan sama Naya.”
Mereka semua ngobrol sampai larut malam hingga akhirnya mereka mutusin buat tidur.
“Aduh apa nih.” Kata Gilang yang merasa bahwa tempat  yang ia tiduri ada benda yang mengganjal. “Ini gelang punya siapa?” tanya Gilang pada kedua temannya.
“Ini kan gelang punya si Nia.” Kata Dani yang tahu betul itu adalah gelang khas yang selalu dipakai oleh Nia.
“Kenapa bisa ada di...” Robi tidak melanjutkan ceritanya dan berfikir sejenak. Lalu setelah dia berfikir dia melanjutkan ceritnya. “Apa mungkin Nia yang memfitnah Naya, karena dia cemburu gara-gara aku berduaan sama Naya kemarin.”
“Bisa jadi tuh.” Kata Dani mengiyakan pendapat Robi.
“Tapi kita juga jangan salah paham dulu, besok kita tanyakan pada Nia.”
***
            Sebelum fajar datang, aku, Naya, Nia, Robi, Gilang dan juga Dani sudah berada diluar untuk menyaksikan pemandangan matahari terbit. Tak ketinggalan foto-foto untuk mengenang masa-masa kita berada di papandayan ini.
“Nia ini gelang punya loe bukan?” tanya Robi kepada Nia yang sedang menghangatkan nasi untuk makan pagi.
“Iya, ini gue cari-cari kemana-kemana tapi gak ketemu-ketemu untung loe nemuin.” Ucap Nia sambil mengambil gelang yang berada ditangan Robi namun Robi menipisnya dan mengacungkan gelangnya supaya tidak terjangkau oleh Nia.
“Gilang temuin ini dekat tasnya ditenda cowok. Loe bilang Naya yang masuk ke tenda cowok tapi gue yakin Naya gak mungkin ngambil gelang ditangan loe baru pergi ke tenda cowok. Ini berarti loe fitnah sahabat loe sendiri.” Ungkap Robi sedikit menaikan nada bicaranya yang membuat semuanya berkumpul ketempat mereka berdua.
“Ada apa sih ini?” tanyaku yang bingung dengan wajah Nia yang mulai merah padam serasa memendam sesuatu yang gak bisa untuk dibicarakannya.
“Ayo jujur Nia.” Desak Robi.
“Aku.. aku..” Nia terbata-bata seperti tidak tau harus mulai darimana pembicaraan ini. Kami semua menunggu kata-kata apa yang bakalan keluar dari mulutnya yang jelas aku belum tahu apa yang terjadi sekarang ini. Apa mungkin masih masalah yang kemarin. Dia menarik nafas panjang dan menatap wajah Naya dan juga Robi.
“Sebenarnya gue yang ngambil Hp Gilang terus disimpan di tasnya Naya.” Jawaban jujur Nia mengagetkan aku dan juga teman-teman yang lainnya termasuk Naya. “Gue cemburu sama dia karena Robi suka deket-deket mulu sama loe Nay, gue benar-benar minta maaf gue sadar kalau dia kayanya memang suka banget sama loe bukan sama gue. Gue bener-bener nyesel, gue minta maaf Naya.. Minta maaf.” Ungkapnya sambil mendekati Naya yang tak tau harus ngomong apa lagi sambil memegang tangannya tanda permohonan maaf yang mendalam, aku tau bagaimana perasaannya yang telah difitnah oleh sahabat dekatnya sendiri hanya karena seorang cowok.
“Apa? Cuman gara-gara cemburu doang loe bisa fitnah temen lho sendiri hah.!!” Ungkap Robi yang mulai emosi.
“Gue minta maaf Rob, gue nyesel, sekarang gue sadar kalau loe itu sukanya sama Naya, gue juga yakin kalau Naya juga suka sama loe.” Nia menangis karena dia begitu tertekan dengan semua fakta yang terjadi kalau dia telah mengkhianati sahabatnya sendiri.
Memang persahabatan tak selalu mulus dijalani, permasalahan selalu datang menghampiri. Entah sudah berapa banyak masalah yang telah kami lewati bersama, namun kali ini pengkhianatan yang begitu menyakitkan bisa aku rasakan diantara Nia, Naya dan juga Robi. Memang rasanya dikhianati itu sakitnya bukan main, apalagi disakitin oleh orang yang sudah kita percaya.
“Udah.. udah aku maafin kamu ya. Aku tau perasaan kamu kalau kamu suka sama Robi. Aku juga minta maaf kalau aku udah deket-deket sama Robi karena itu semua hanya kedekatan kita sebagai sahabat aja, gak lebih Nia.” Kata Naya yang begitu lurus memaafkan kesalahan Nia yang menurutku begitu sakit dirasakan.
“Jadi loe gak punya perasaan yang sama kaya gue Nay?” tanya Robi yang mulai merasa kecewa dengan kata-kata yang dilontarkan Naya kepada Nia. Dia langsung pergi meninggalkan kami semua dengan membawa amarah yang memuncak.
Entah apa yang telah terjadi antara sahabatku ini yang jelas aku merasakan sebuah cinta yang terpendam diantara mereka, termasuk cintaku yang sekarang sedang memendam perasaan juga terhadap Gilang yang sejak awal perjalanan memperhatikanku. Entahlah apa dia juga punya perasaan sepertiku.
“Robi tunggu..” seru Dani kepada Robi yang langsung melesat ke hutan mati. Dani mengikuti Robi dan berhasil mendekatinya. Aku melihat Dani sedang menenangkan Robi dan melesat menjauh dipandangan mataku.
***
            “Robi loe tenang dulu dong.” Kata Dani menenangkan Robi yang sedang terpukul menerima kenyataan kalau Naya tidak mempunyai perasaan yang sama dengannya.
Robi hanya menepis tangan yang telah menempel dipundaknya dan langsung melesat pergi meninggalkan Dani, namun Dani tidak tinggal diam dia terus mengikuti Robi sampai ke hutan mati.

“Loe tau gak Dan, hutan mati ini seperti hati yang gue rasakan ini. Mati dan tak akan bisa berdaun lagi.” Ucap Robi yang merasa putus asa dengan ucapan yang masih terngiang dikepalanya. ”Aku tau perasaan kamu kalau kamu suka Robi. Aku juga minta maaf kalau aku udah deket-deket sama Robi karena itu semua hanya kedekatan kita sebagai sahabat aja, gak lebih Nia.”
“Gue kira selama ini dia suka sama gue, gue lihat dari sorot matanya kalau dia juga menaruh hati ke gue. Tapi hari ini gue tahu kalau dia gak sedikitpun punya rasa ke gue.”
“Udah Rob, gue tahu perasaan loe sekarang loe sabar aja. Setidaknya sekarang loe tau bagaimana perasaan Naya yang sebenarnya ke loe. Daripada loe tau lebih terlambat dari ini.”
“Iya loe bener, gue harus benar-benar berterimakasih sama si Nia.”
Pemandangan hutan mati di gunung papandayan ini memang cocok jika disamakan dengan perasaan Robi kali ini. Setelah erupsi terakhir dari gunung ini, hutan ini tak pernah tumbuh lagi menjadi hutan yang hijau. Disini semuanya kering, tak ada satupun daun disekitar hutan ini. Warnanya yang hitam, pasir putih dan tangkai-tangkai yang bercabang memang pas menjadi pemandangan indah dipagi ini. Hutan ini begitu indah, namun begitu menyeramkan dan mencekang ketika dimalam hari. Mereka berdua hanya ngobrol dengan ditemani angin yang ada disekitar gunung yang segar.
***
            Melihat kepergian Robi yang entah kemana, aku yang dari tadi memperhatikan Naya terlihat menutupi kesedihan disetiap pandangannya ke Robi sampai detik terakhir dia melihatnya dengan rasa kecewa yang telah diberikan kepadanya.
            “Loe benar-benar gak suka sama Robi Nay?” tanyaku pada dia karena khawatir dengan sikapnya sekarang yang melamun ketika aku dan Nia ngajak ngobrol dia setelah Robi pergi.
            “Gak kok, gue biasa aja ma dia.” Jawabnya sambil melemparkan senyum keaku dan juga Nia.
            “Aku benar-benar minta maaf Naya, kamu jangan bohong lagi sama aku dan juga Tasya. Kamu pasti suka kan sama Robi?” tanya Nia.
“Gak kok Nia.” Ucapnya sambil melemparkan senyum cantiknya yang aku yakin terdapat kebohongan didalamnya. Dia langsung meninggalkan kita berdua dan pergi kearah perginya Robi tadi.
Diperjalanan Naya bertemu dengasn Robi, mereka saling pandang mata mereka saling bertatap dan tubuh mereka kaku satu sama lain.
***
“Aku benar-benar bingung, kenapa mereka berdua memendam perasaan mereka masing-masing padahal gue tau kalau mereka itu saling suka, dari pandangannya juga udah kelihatan kalau mereka itu saling suka...” saat aku sedang mundar-mandir sambil bicara sendiri aku dikagetkan oleh Gilang ketika aku sedang membalikan badan dia ada didepan mataku berdiri tegak dengan tatapan tajam dengan mata empat Harry Potternya.
“Ahh.. Loe ngagetin aja lang.” Ucapku sambil memegang jantung, semoga aja gak copot.
“Boleh kita bicara sebentar.” Pintanya kepadaku dan langsung menarik tanganku tanpa mendengar apakah aku setuju atau tidak. Dia menarikku jauh dari tenda dan hanya tinggal kita berdua yang ada didaerah ini.
“Ada apa?” tanyaku yang mulai penasaran kenapa dia mengajak aku disini. Apa memang ada yang sangat penting sekali sehingga dia mengajakku bicara berdua saja.
“Aku suka sama kamu.”
“Hah.!!” Aku bingung apa ada lelaki yang menyatakan cinta segampang itu, kalau lihat dari orang lain yang sebelumnya pernah nembak aku basa basinya banyak banget tapi ini.
“Iya aku suka sama kamu.”
“Iya gue juga tau loe pasti suka lah sama gue, gue juga suka sama loe dan juga teman-teman yang lain. Maksud loe apa sih, loe masih ngelindur yah?” Aku pura-pura gak tau, aku seneng kalau ternyata Gilang juga punya perasaan kepadaku tapi setidaknya nyatakan dong cintamu seperti lelaki yang memiliki perasaan yang lebih.
“Bukan itu maksudnya sya.”
“Lalu apa dong?” tambahku pura-pura tambah tidak mengerti.
Gilang menarik nafas panjang. “Aku sayang sama kamu Tasya, aku juga cinta sama kamu Tasya, aku suka kamu sejak lama. Aku seneng pas kamu aku gendong. Kamu mau gak jadi pacarku?”  Kata-kata formalnya benar-benar membuatku terbahak, yang biasa panggilan gue loe mendadak dia jadi manggil aku kamu. Aku benar-benar tertawa terlalu puas sehingga aku tidak mendengar lagi kata apa yang selanjutnya dia katakan.
“Tasya.... ya udah kalau begitu aku pergi aja.” Gilang sedikit berteriak memanggil namaku karena aku tidak mendengar apa yang dia bicarakan barusan. Dan dia benar-benar pergi meninggalkan aku disni.
“hey tunggu dulu dong Gilang.”
“Tau ah..!!”
Aku mengejarnya dan langsung memeluk erat dia dari belakang. Aku merasakan kehangatan dan detak jantung yang menerpa disemua tubuhku ini.
“Aku pernah mendengar ketika seseorang menyatakan cintanya padamu, peluklah dia dan rasakan perasaan apa yang kamu rasakan ketika kamu memeluknya.” Aku masih menikmati memeluknya dan tak melonggarkan pelukanku sedikitpun.
“Lalu apa yang kamu rasakan.?”
“Jujur apa bohong nih?”
“Jujur dong.” Gilang melepaskan pelukannya dan menatap mataku.
“Eumm.. biasa aja sih.” Jawabku lurus sedikit berbohong.
“Oh ya udah gak papa kok.”
“Gue nyaman meluk loe, gue juga merasa deg”gan dan yang paling mengejutkan lagi perasaan itu datang saat gue deket loe pertama kali dI gunung ini.” Ucapku sambil tersenyum lebar menyapa Gilang dengan kata-kata yang menandakan aku ingin jadi pacarnya. Dan Gilang juga menyapaku dengan pelukan hangatnya.
***
            “Kemana mereka semua kok aku ditinggalin sendir disni sih?” dengan tak sengaja Nia menabrak Dani yang habis mengambil air di hutan.
            “Loe kemana aja sih?” tanya Nia ke Dani.
            “Gue tadi habis nemenin Robi yang galau gara-gara loe.”
            Nia hanya terdiam dan merasa tersinggung dengan sikap Dani yang seperti itu kedia. Ya dia memang tau kalau dia salah hanya saja dia kan sudah menyesal dan sudah tidak mau membahas ini lagi.
Aku dan Gilang kembali ke tenda. “Dari mana sya?” tanya Nia ke aku.
“Ini nih Gilang ngajak gue jalan tadi katanya mau ngomong sesuatu.”
“Kalian jadian ya?” respon Dani.
“Iya gue sama Tasya udah resmi jadian.”
“Cie. Selamat ya Sya.” Ucap Nia kepadaku yang terlihat ada sorotan kebahagiaan namun terasa canggung.
Naya dan juga Robi terlihat datang diarah belakang tenda, yang ternyata membawa kabar baik kalau mereka juga sudah resmi jadian, mereka begitu bahagia. Aku lihat wajah Nia bahagia namun memaksakan tersenyum tanda kebahagiaannya.
“Loe tau gak kalau si Tasya juga barusan jadian sama si Gilang.” Kata Dani ke Robi. Kejadian ini benar-benar kebetulan, aku gak nyangka disini kami bisa menemukan cinta.
“Selanjutnya....” Dani melanjutkan perkataannya.
“Selanjutnya apa?” tanyaku.
Dani langsung menghadapkan badannya ke Nia. “Nia kamu mau gak jadi pacarku?”
“Apa..???” semua serentak kaget dengan Dani yang menyatakan cinta ke Nia. Gilang dan Robi juga kurang tau dengan perasaan Dani akhir-akhir ini karena dia tidak pernah bercerita tentang apa yang hatinya rasakan.
“Loe beneran suka sama gue?” tanya Nia. Dani hanya mengangguk tanda iya dan gak bisa mengungkapkan apa-apa lagi dia ini tipe orang yang sangat simple tak pernah suka berbelat-belit kaya cowok kebanyakan.
“Loe mau gak?” tanya Dani lagi.
“Iya gue mau.”
Kami semua tertawa gak nyangka kalau ternyata perasaan kami semua diungkapkan disini, Dani yang memiliki perasaan ke Nia baru sekarang juga bisa diungkapkan.
Nia menerima cinta Dani, wow bener-bener hebat kejadian hari ini. Ternyata kita semua bisa menemukan cinta kita di gunung papandayan ini. Gunung ini menjadi saksi bisu awal kita menjalin kisah cinta kita semua. Aku dengan Gilang, Naya dengan Robi dan Nia dengan Dani.

“TAMAT”

0 komentar:

Posting Komentar