“SINAR HARAPAN”
Karya : Santi Yulianti (Mecon)
Aku menapaki jalan setapak yang
basah dan becek karena baru saja turun hujan.Jalan ini lengang dan tak ada satu
pun orang lewat kecuali aku,aku takut,tapi aku harus berusaha melawan rasa
takut ku,karena aku ingin cepat sampai di rumah.waktu sudah menunjukan pukul
09.00 malam.jalanan yang sangat becek ini membuatku sulit untuk berjalan
tiba-tiba “Braakk!! “ aku terjatuh sakit memang, tapi aku harus bangun,
walaupun kondisi badanku yang kurang vit, akhirnya samapi aku di rumah tepat
pukul 09.30 WIB.
Sesampai di rumah “ dari mana saja
kamu nak?” Tanya ibuku,
“ maaf bu, aku tadi pulang dari
kursus masak dulu, jadi pulangnya agak larut malam, di tambah jalanan yang
becek dan licin yang membuatku jatuh bu.”
Jawabku. “ aduh sinar, ibukan sudah bilang kamu itu jangan pulang sampai
larut malam begini, kondisi kamu tidak seperti teman-teman mu yang sehat, kamu
harus banyak-banyak istirahat, nanti penyakit kamu kambuh lagi.” “ tapi kan bu”
jawabku. “ jangan tapi-tapian nak ibu tak ingin kamu sakit lagi, turuti ibu
sayang “ hempar ibu. “ iya bu maafin aku, aku janji akan turuti apa kata ibu,
tapi aku kan ingin menjadi hebat seperti chef chef yang terkenal yang sering
muncul di tv itu bu” kataku. “ baiklah sinar ,ibu ijinkan tapi ingat jangan
sampai malam-malam begini pulangnya. “ jawab ibu.
Sebenarnya ibuku keberatan kalau aku
ikut eskul memasak itu , karena badan ku yang kurang sehat. “ makasih ya bu”
(sambil memeluk ibu) “ iya nak sekarang kamu tidur ya, besok kan harus
sekolah.” Ata ibu” baik bu” jawabku seiring langkah kaki ku menuuju kamat
Nama ku Sinar Mentari, aku senang
dengan namaku itu, aku sekatrang duduk di kelas X SMA. Sudah 2 tahun ini, aku
di vonis dokter mengidap penyakit leukemia. Kata dokter hidupku mungkin tak
lama lagi tapi alhamdulilah sampai sekarang aku masih di beri kesempatan oleh
allah untuk bertahan demi orang—orang yang aku cintai. Demi Ibu, Kak Radit dan
Savira, aku sangat sayang mereka.
Pagi itu kak radit yang super
cerewet, bawel, sudah berteriak
“ Sinaaaaarrrrr banguuuunnn”
“apa apaan sih kaka aku kan masih ngantuk”
“ yasudah kalo kamu tidak mau bangun, kakak
berangkat nihh”
“ emang
ini jam berapa kak?”
“jam
setengah 7”
“apaaa
kak?” kataku sambil bangun dari tempat tidur dan siap-siap untuk berangkat.
Aku dan kak Radititu kayak tom and
Gerry suka bercanda bahkan sampai beramtem, tapi tatap selalu saja kak Radit
yang mengalah dariku. Hari demi hari aku lalui dengan rasa bahagia tanpa ada
sedikitpun rasa khawatir akan penyakitku, bahkan aku hampIr lupa, ya brginilah
aku yang terlalu cuek. Sampai sewaktu waktu tepatnya hari rabu, seperti
biasanya aku menunggu kak Radit mrenjemputku di depan gerbang sekolah. “
bruggggg!” suara buku yang jatuh dari dekapan tangan ku , kepalaku sakit
“ ohh Tuhan , apa aku akan mati hari ini? “
ujarku dalam hati
“ di mana aku?” tanyaku
“kamu di rumah sakit, “ jawab ibu
“ ohh
Tuhan aku kira aku sudah mati “ suaraku yang pelan dan di sertai hembusan
nafas.
“ apa?” Tanya ibu.
“ ngak bu” jawabku sambil tersenyum. Kejadian
itu terulang hingga 3-4X .
“ ya allah , kamu ini kenapa?” Tanya ibu.
“ tidak tahu bu, mungkin sudah takdirnya”
jawabku, ibu hanya memalingkan muka sedih ke belakang pintu.
“Maafkan aku bu” ujarku dalam hati.”
Sudah hamper 3 bulan aku di RS
bahkan mungkin RS ini sudah menjadi rumah ke 2 bagiku, tak pernah aku rasakan
kebahagiaan di sini terutama dari 3 bulan ini kak radit tak pernah menemui ku,
memang aku tahu kalaiu ka Radit itu pergi ke Singapore untuk kuliah dan tidak
tahu sama sekali tentang keadaanu saat ini. Tapi aku selalu saja merasa bahwa
kak Radit tidak menemuiku karena di tak lagi peduli padaku.
Tepat di hari ke 120 penyakitku
bertambah parah karena memang semua obat Yang dokter berikan tak pernah aku
telan. “ maafkan aku bu” ujarku dalam hati. Dan meski sudah hari ke 120 tetap
saja kak Radit belum menjenguku. Dan detik terakhirku kak Raditpun datang dan
membawa RAINBOW CAKE kesukaan ku “ Sinar maafin kakak, kakak baru bisa
menjenguk mu sekarang” sambil menangis da memegang tanganku. Akupun tidak bisa
menjawab apa –apa hanya bisa terdiam dan tersenyum sambil merasakan sakit yang
ada di kepalaku.
Dan itu juga deti-detik terakhirku
melihat sososk Ibu, kak Radit dan Savira yang berdiri di dekat tempat tidurku, dan
ketika itu juga aku sadar bahwa hari inilah usiaku genap 17 tahun. Akhirnya
akupun memejamkan mata untuk selama-lamanya.
__TAMAT__
0 komentar:
Posting Komentar