RSS

Jumat, 12 September 2014

SINAR HARAPAN - SANTI YULIANTI | KUMPULAN CERPEN 2014

“SINAR HARAPAN”
Karya : Santi Yulianti (Mecon)
 

            Aku menapaki jalan setapak yang basah dan becek karena baru saja turun hujan.Jalan ini lengang dan tak ada satu pun orang lewat kecuali aku,aku takut,tapi aku harus berusaha melawan rasa takut ku,karena aku ingin cepat sampai di rumah.waktu sudah menunjukan pukul 09.00 malam.jalanan yang sangat becek ini membuatku sulit untuk berjalan tiba-tiba “Braakk!! “ aku terjatuh sakit memang, tapi aku harus bangun, walaupun kondisi badanku yang kurang vit, akhirnya samapi aku di rumah tepat pukul 09.30 WIB.
            Sesampai di rumah “ dari mana saja kamu nak?” Tanya ibuku,
            “ maaf bu, aku tadi pulang dari kursus masak dulu, jadi pulangnya agak larut malam, di tambah jalanan yang becek dan licin yang membuatku jatuh bu.”  Jawabku. “ aduh sinar, ibukan sudah bilang kamu itu jangan pulang sampai larut malam begini, kondisi kamu tidak seperti teman-teman mu yang sehat, kamu harus banyak-banyak istirahat, nanti penyakit kamu kambuh lagi.” “ tapi kan bu” jawabku. “ jangan tapi-tapian nak ibu tak ingin kamu sakit lagi, turuti ibu sayang “ hempar ibu. “ iya bu maafin aku, aku janji akan turuti apa kata ibu, tapi aku kan ingin menjadi hebat seperti chef chef yang terkenal yang sering muncul di tv itu bu” kataku. “ baiklah sinar ,ibu ijinkan tapi ingat jangan sampai malam-malam begini pulangnya. “ jawab ibu.
            Sebenarnya ibuku keberatan kalau aku ikut eskul memasak itu , karena badan ku yang kurang sehat. “ makasih ya bu” (sambil memeluk ibu) “ iya nak sekarang kamu tidur ya, besok kan harus sekolah.” Ata ibu” baik bu” jawabku seiring langkah kaki ku menuuju kamat
            Nama ku Sinar Mentari, aku senang dengan namaku itu, aku sekatrang duduk di kelas X SMA. Sudah 2 tahun ini, aku di vonis dokter mengidap penyakit leukemia. Kata dokter hidupku mungkin tak lama lagi tapi alhamdulilah sampai sekarang aku masih di beri kesempatan oleh allah untuk bertahan demi orang—orang yang aku cintai. Demi Ibu, Kak Radit dan Savira, aku sangat sayang mereka.
            Pagi itu kak radit yang super cerewet, bawel, sudah berteriak
 “ Sinaaaaarrrrr banguuuunnn”
 “apa apaan sih kaka aku kan masih ngantuk”
 “ yasudah kalo kamu tidak mau bangun, kakak berangkat nihh”
“ emang ini jam berapa kak?”
“jam setengah 7”
“apaaa kak?” kataku sambil bangun dari tempat tidur dan siap-siap untuk berangkat.
            Aku dan kak Radititu kayak tom and Gerry suka bercanda bahkan sampai beramtem, tapi tatap selalu saja kak Radit yang mengalah dariku. Hari demi hari aku lalui dengan rasa bahagia tanpa ada sedikitpun rasa khawatir akan penyakitku, bahkan aku hampIr lupa, ya brginilah aku yang terlalu cuek. Sampai sewaktu waktu tepatnya hari rabu, seperti biasanya aku menunggu kak Radit mrenjemputku di depan gerbang sekolah. “ bruggggg!” suara buku yang jatuh dari dekapan tangan ku , kepalaku sakit
“ ohh Tuhan , apa aku akan mati hari ini? “ ujarku dalam hati
“ di mana aku?” tanyaku
“kamu di rumah sakit, “ jawab ibu
 “ ohh Tuhan aku kira aku sudah mati “ suaraku yang pelan dan di sertai hembusan nafas.
“ apa?” Tanya ibu.
“ ngak bu” jawabku sambil tersenyum. Kejadian itu terulang hingga 3-4X .
“ ya allah , kamu ini kenapa?” Tanya ibu.
“ tidak tahu bu, mungkin sudah takdirnya” jawabku, ibu hanya memalingkan muka sedih ke belakang pintu.
“Maafkan aku bu” ujarku dalam hati.”
            Sudah hamper 3 bulan aku di RS bahkan mungkin RS ini sudah menjadi rumah ke 2 bagiku, tak pernah aku rasakan kebahagiaan di sini terutama dari 3 bulan ini kak radit tak pernah menemui ku, memang aku tahu kalaiu ka Radit itu pergi ke Singapore untuk kuliah dan tidak tahu sama sekali tentang keadaanu saat ini. Tapi aku selalu saja merasa bahwa kak Radit tidak menemuiku karena di tak lagi peduli padaku.
            Tepat di hari ke 120 penyakitku bertambah parah karena memang semua obat Yang dokter berikan tak pernah aku telan. “ maafkan aku bu” ujarku dalam hati. Dan meski sudah hari ke 120 tetap saja kak Radit belum menjenguku. Dan detik terakhirku kak Raditpun datang dan membawa RAINBOW CAKE kesukaan ku “ Sinar maafin kakak, kakak baru bisa menjenguk mu sekarang” sambil menangis da memegang tanganku. Akupun tidak bisa menjawab apa –apa hanya bisa terdiam dan tersenyum sambil merasakan sakit yang ada di kepalaku.
            Dan itu juga deti-detik terakhirku melihat sososk Ibu, kak Radit dan Savira yang berdiri di dekat tempat tidurku, dan ketika itu juga aku sadar bahwa hari inilah usiaku genap 17 tahun. Akhirnya akupun memejamkan mata untuk selama-lamanya.

__TAMAT__

0 komentar:

Posting Komentar